Alkitab dan Demokrasi

Alkitab dan Demokrasi

Pemerintahan pertama di muka bumi tercatat di Alkitab ialah pemerintah otoriter, yaitu di bawah Nimrod. Salah satu proyek mereka ialah berusaha membangun menara Babel untuk mencari nama dan mencapai Allah.

Kemudian silih berganti pemerintahan monarchy yang dipimpin oleh raja. Firaun, Nebukadnezar, dan banyak lagi yang tercatat dalam sejarah. Di bagian Timur ada banyak kaisar yang memerintah silih berganti.

Allah Jehovah kemudian mendirikan negara dengan sistem Theocracy, yang dipimpinNya langsung. Tentu dalam sistem theocracy siapapun yang melawan Theos, dianggap musuh negara maka hasilnya ialah penganiayaan terhadap iman lain. Orang-orang yang gagal paham berkata bahwa Allah Perjanjian Lama kejam dan yang Perjanjian Baru penuh kasih, seolah-olah Allah yang berbeda.  Padahal jika dia berhasil memahami bahwa di bawah sistem pemerintahan theokrasi tidak mungkin boleh ada iman lain karena kepala negaranya adalah Allah sendiri. Munculnya iman lain adalah semacam kudeta terhadap kepala negara yang sedang memakai sistem theokrasi, dan semua tindakan kudeta pasti dihukum.

PEMERINTAHAN DEMOKRASI

Kemudian di zaman  PB Tuhan mengijinkan manusia memerintah secara DEMOKRATIS untuk mengurus perkara antar manusia, dan memberi kebebasan kepada manusia untuk datang kepadaNya dengan sukarela, tanpa paksaan pemerintah. Pada zaman PB masalah iman harus didasarkan pada kebenaran, bukan lagi pada upacara ritual.

Sistem demokrasi adalah sistem pemerintahan oleh rakyat, dimana rakyat yang memilih pemimpinnya. Tentu Tuhan tidak pernah kehilangan kekuasaanNya, Tuhan hanya memberikan kepada manusia kebebasan untuk memilih pemimpin mereka. Satu masa dimana Tuhan sendiri yang memimpin secara langsung yaitu masa theokrasi Israel. Tetapi Tuhan kemudian memisahkan urusan antar manusia dari urusan manusia dengan Tuhan.

Yudaisme fundamental tetap mau memberlakukan sistem theokrasi, demikian juga dengan Islam fundamental. Sebaliknya Kristen Fundamental adalah kelompok manusia yang paling mengerti bahwa pemerintahan manusia harus terpisah dari urusan Tuhan. Kristen Fundamental adalah yang paling paham terhadap pernyataan Tuhan,  “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mat 22:21).  Pernyataan Tuhan ini menjadi tonggak yang memisahkan urusan kaisar dari urusan Tuhan.

JEMAAT PUN HARUS DEMOKRATIS

Tuhan mau urusan Tuhan dilaksanakan oleh jemaat, dan wahyu tertulis (Alkitab) sebagai satu-satunya petunjuk pengajaran dan pelaksanaannya. Tiap-tiap jemaat harus bersifat independen dan demokratis dengan Alkitab sebagai panduan mutlak yang tidak boleh dilanggar.

Dalam 2 Kor. 2:6, ada kata sebagian besar, atau majority dalam bahasa aslinya  πλειονων bentuk plural yang berasal dari kata πλεῖον (pleion), itu menunjukkan bahwa ada keputusan mayoritas di jemaat Korintus.

Jemaat Alkitabiah adalah jemaat yang bersifat demokratis. Gembala hanya penuntun melalui penjelasan firman Tuhan yang disampaikan secara rutin. Beratus bahkan beribu tahun sesudah mulainya kekristenan, tidak terwujud pemerintahan demokrasi, salah satu penyebabnya ialah gereja tidak berdiri sesuai Alkitab melainkan kolusi dengan kaisar dan raja. Bahkan gereja memakai tangan kaisar dan raja untuk menganiaya pihak yang menafsirkan berbeda dan yang mengritiknya.

Pemerintahan demokratis pertama terwujud di tanah Amerika oleh para pelarian penderita penganiayaan dari Eropa, jauh sebelum Montesque lahir. Sejarah menunjukkan sangat jelas bahwa tanpa masyarakat alkitabiah, tidak ada pemerintahan yang demokratis, dan kalaupun dipaksakan ada, tidak akan menghasilkan kebaikan.

JEMAAT ALKITABIAH & PEMERINTAHAN DEMOKRATIS

Perintah Tuhan kepada murid-muridNya untuk memberitakan Injil kepada semua makhluk, dan menjadikan semua bangsa muridNya. Jika gereja-gereja alkitabiah memenuhi bumi, menghasilkan banyak orang Kristen Alkitabiah, maka otomatis akan menghasilkan pemerintahan yang demokratis.

Dengan sangat sedih, dan tidak bermaksud mendiskreditkan siapapun melainkan hanya mau menunjuk sejarah dan fakta bahwa banyak denominasi Kristen sesungguhnya tidak mengerti tentang hakekat demokrasi. Gereja Katolik tidak mengerti sama sekali akan demokrasi, bahkan dalam kamus mereka tidak ada kata demokrasi. Ribuan tahun mereka bahkan memakai kekuasaan kaisar dan raja menganiaya pengritik mereka. John Calvin ketika menguasai kota Geneva berlaku lebih dari diktator. Lebih-lebih lagi Zwingli yang menguasai kota Zurich yang menenggelamkan para Anabaptis yang mengritik pengajarannya. Begitu juga Martin Luther yang bekerja sama dengan raja Jerman. Gereja-gereja yang pengajarannya tidak alkitabiah sesungguhnya tidak mengerti tentang demokrasi.

Tetapi ketika gereja alkitabiah menghasilkan mayoritas rakyat yang lahir baru, secara otomatis akan tercipta pemerintahan yang demokratis. Jenderal George Washington, meminta untuk dibaptis ulang di sebuah sungai. Ketika kehendaknya dikonfrontasi, bukankah Anda sudah dibaptis (saat bayi)? Ia menjawab mereka, itu baptisan yang saya tidak tahu dan yang bukan atas keinginan saya. Akhirnya dia dibaptis oleh Chaplin Baptis yang bernama John Gano di sebuah sungai.

Oleh perjuangan George Washington dan orang-orang Kristen Alkitabiah terbentuk sebuah negara yang bernama Amerika Serikat (United States of America), dengan Presiden pertama orang Kristen lahir baru yang memberi diri dibaptis ulang di sebuah sungai. Ketika Kongres mau mendaulat dia sebagai presiden seumur hidup, dia tidak mau terima melainkan mau memberi teladan bahwa presiden berikut semuanya maksimum dua periode.

Negara-negara di Eropa kemudian mencontoh AS, satu persatu raja dan ratu merelakan posisi mereka diturunkan menjadi hanya seremonial saja. Dan Amerika Latin yang diawasi ketat oleh Gereja Katolik juga berusaha mencontoh. Tidak bisa dipungkiri bahwa AS menjadi makmur sehingga menjadi destinasi semua orang yang tertindas dan yang bermimpi sukses. Ketika iblis melancarkan perang dunia dua kali, Tuhan memakai negara yang didirikan oleh anak-anakNya untuk mengalahkan antek-antek iblis.

MANUSIA YANG BEBAS MEMILIH

Banyak orang Kristen tidak tahu bahwa sejak Tuhan memutuskan menciptakan manusia yang diberi otak, hati, dan kehendak bebas, Ia betul-betul memberi kebebasan bukan yang bohong-bohongan. Banyak orang Kristen dikacaukan oleh doktrin yang salah yang menyatakan bahwa Tuhan dalam sebuah DEKRIT telah menetapkan segala sesuatu termasuk semua kejahatan. Bahkan ada yang berpikir seolah-olah pemerintahan komunis Tiongkok di bawah Mao yang membunuh banyak orang, dan Kim di Korut, itu adalah ketetapan Tuhan. Kesimpulannya adalah Tuhan sangat jahat karena telah menetapkan pemerintahan yang sangat jahat.

Padahal empat hal ini harus dipahami baik-baik.
[1] Tetapkan. Ada hal-hal yang Allah tetapkan.
[2] Inginkan. Ada hal-hal yang Allah inginkan.
[3] Ijinkan. Semua hal yang terjadi itu karena Allah ijinkan.
[4] Ketahui. Semua hal di alam semesta Allah ketahui.

Jangan menuduh Allah menetapkan pemerintah diktator yang bengis, yang membunuh rakyatnya hanya karena mendengarkan musik dari luar. Terlebih lagi jangan memfitnah Allah sebagai pemrakarsa pemerkosaan dan pembunuhan seorang gadis. Allah tidak pernah menetapkan kejahatan.

Yer 32:35 Mereka mendirikan bukit-bukit pengorbanan untuk Baal di Lembah Ben-Hinom, untuk mempersembahkan anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan mereka kepada Molokh sebagai korban dalam api, sekalipun Aku tidak pernah memerintahkannya kepada mereka dan sekalipun hal itu tidak pernah timbul dalam hati-Ku, yakni hal melakukan kejijikan ini, sehingga Yehuda tergelincir ke dalam dosa.

Ada orang Kristen yang terpengaruh theologi salah berkata bahwa segala sesuatu yang Allah inginkan pasti terlaksana karena tidak ada yang mustahil bagi Allah. Padahal, coba baca ayat berikut.

Mat 23:37 “Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau.

Mengapa keinginan Tuhan untuk mengumpulkan penduduk Yerusalem ke bawah pemeliharaanNya, tidak berhasil? Jawabannya sudah ada yaitu mereka tidak mau. Bukankah Tuhan maha kuasa? Betul! Tetapi ada satu hal yang sangat penting yang Tuhan tidak dapat lakukan, dan hanya satu ini, yaitu MENYANGKALI DIRINYA.

2Ti 2:13 jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya.

Ketika Tuhan menciptakan manusia sesuai dengan gambar dan petaNya, di dalamnya sudah termasuk bahwa manusia itu PRIBADI, artinya yang sadar diri dan yang berpikir bebas. Terlebih lagi ketika Tuhan melarang manusia memakan buah tertentu dan menganjurkannya memakan buah tertentu, ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang diberi kehendak bebas. Tuhan konsisten dengan ketetapanNya bahwa manusia bebas memilih, dan Tuhan menghargai pilihan manusia.

Denominasi Kristen yang tidak mengakui KEHENDAK BEBAS (Freewill) manusia, tidak mungkin bisa mengerti demokrasi apalagi melaksanakan demokrasi karena demokrasi itu hakekatnya ialah memilih dengan kehendak bebas. Berbagai ayat Alkitab yang bunyinya seolah-olah Tuhan menentukan segala sesuatu sesungguhnya perlu dicermati, diexegesis dengan baik. Dan ingat, ayat-ayat Alkitab tidak boleh ditafsirkan saling bertentangan.

DEMOKRASI ITU PILIHAN RAKYAT BUKAN PILIHAN TUHAN

Saul menjadi raja itu pilihan rakyat, sedangkan Daud jadi raja itu pilihan Tuhan. Ketika rakyat memilih Saul, Tuhan mengijinkan, tetapi Saul bukan pilihan Tuhan apalagi ditetapkan Tuhan. Komunis yang berkuasa di Korut yang dimulai dari Kim Il Sung, sampai Kim Yong Un, itu bukan pilihan Tuhan apalagi ditetapkan Tuhan. Pada saat pengaruh idiologi komunis melanda Korea, sebagian rakyat sangat memihak komunis dan sebagian menolak. Mereka yang angkat senjata ikut Kim Il Sung, tidak berpikir panjang bahwa anak cucu mereka nanti akan sangat menderita di bawah pemerintahan sistem komunis. Begitu juga dengan rakyat Tiongkok yang memihak Mao berperang sampai Chiang Kai Sek dan rombongan besar mengungsi ke Taiwan.

Ketika mayoritas manusia di sebuah negara atau wilayah memilih sebuah sistem pemerintahan, atau memilih seorang pemimpin, Tuhan MENGIJINKAN, bukan Tuhan menetapkan. Tuhan sudah memberikan freewill kepada manusia, dan Tuhan tidak mau  over-rule kehendak manusia itu dengan kekuasaanNya. Bahkan ketika sepuluh pengintai menolak masuk Kanaan, Tuhan tidak memaksa mereka, dan mereka akan menerima konsekuensi keputusan mereka, berkeliling 40 tahun.

Tuhan memberikan manusia kemampuan dan kebebasan memilih. Tetapi ketahuilah bahwa dalam tiap-tiap pemilihan ada konsekuensinya. Putin, seorang mantan pemimpin KGB, bertindak sangat mengecam teroris dan memukau rakyat Rusia dan mereka memilihnya sehingga menang mutlak. Kini dia menjadi diktator, kopi pahit konsekuensi yang harus diteguk rakyat Rusia sekarang sedang disugukan.

Demokrasi akan membawa kebaikan atau keburukan sangat tergantung pada kondisi rakyat yang memilih. Kalau mayoritas rakyat adalah pemeluk agama yang menekankan kebaikan dan akal sehat, maka hasilnya akan baik. Tetapi jika mayoritas rakyat percaya sesuatu yang jahat, dan selalu berpikiran jahat, mustahil demokrasi yang dihasilkan rakyat demikian akan baik.

Demokrasi sesungguhnya adalah sesuatu yang berpasangan dengan gereja alkitabiah, bukan sembarangan gereja. Bahkan gereja yang tidak alkitabiah seperti yang di Amerika Latin tidak bisa menghasilkan demokrasi yang baik. Sudah terbukti oleh sejarah bahwa Katolik ribuan tahun, John Calvin di Geneva, Zwingli di Zurich, Luther di Jerman, tidak menghasilkan pemerintahan yang demokratis.

Banyak orang tidak tahu bahwa demokrasi itu berpasangan hanya dengan gereja alkitabiah seperti sepasang sepatu. Banyak orang, bahkan pemimpin-pemimpin negara melihat AS begitu makmur dan hebat, mereka berpikir bahwa itu karena demokrasi semata sehingga semua negara mau mencontoh. Padahal faktor yang membuat demokrasi AS positif adalah gereja yang alkitabiah yaitu gereja para Anabaptis yang dianiaya di Eropa dan lari ke Amerika. Bahkan orang AS sendiri pun tidak tahu bahwa sistem demokrasi mereka berhasil karena kekristenan yang alkitabiah. Misalnya mereka menganjurkan negara-negara Arab memakai sistem demokrasi dan berpikir bisa berhasil dan positif. Itu mustahil, karena kitab yang mereka junjung tinggi tidak mengajarkan itu (tidak compatible).

Lihatlah, Tiongkok kembali ke diktator, Rusia dengan gereja sesatnya memelihara diktator. Eropa semakin dipenuhi rakyat yang akan merusak sistem demokrasinya. Dan bahkan demokrasi AS akan kacau bahkan menjadi malapetaka karena rakyatnya yang semakin kacau. Semakin hari semakin banyak rakyat AS yang cara berpikirnya aneh. Suatu hari mereka pasti memilih presiden yang sangat buruk. Homoseks semakin bertambah, dan imigran bukan hanya yang Kristen tidak alkitabiah bahkan yang tidak percaya Tuhan semakin bertambah.

Telah dinubuatkan bahwa di akhir masa Tribulation Israel akan diserang oleh pasukan multinational. Orang waras tahu bahwa selagi AS di pihak Israel, tidak ada yang sanggup melawan Israel. Kapan Israel bisa dilawan? Saat rakyat AS memilih Presiden, Kongres, Senat yang menyetujui pengiriman pasukan untuk menembakkan rudal Tomahawk ke bukit Magido (Hamagedon), saat perang Hamagedon.

KESIMPULAN

Demokrasi itu bisa baik kalau rakyat yang memilih baik. Sebaliknya demokrasi akan buruk jika rakyat yang memilih buruk. Dan demokrasi dengan kekristenan yang alkitabiah itu seperti sepatu yang sepasang (compatible). Tanpa kekristenan alkitabiah demokrasi pasti berjalan timpang. Contoh, jangan kan agama lain, denominasi Kristen yang tidak alkitabiah, jika dikritik atau dinyatakan salah doktrinnya, langsung meminta backup pemerintah, mau lapor pemerintah, mau ngomong sama Dirjen, padahal sikap ini sangat bertentangan dengan prinsip demokrasi. Prinsip demokrasi itu kebebasan berpikir dan kebebasan menyatakan pendapat, serta kebebasan mengritik pemerintah. Lalu, hanya bebas kritik pemerintah dan tidak bebas mengritik gereja? Kalau kritik akan diteriaki JANGAN MENGHAKIMI! Apakah ini cocok dengan prinsip demokrasi? Dipenjarakan karena menista agama, apakah ini cocok dengan prinsip demokrasi?

Mudah-mudahan Tuhan menerangi akal budi pembaca untuk memahami.

Jakarta, 14 Agustus 2018
Dr. Suhento Liauw
www.graphe-ministry.org
Maranatha!

Ritual keagamaan dan perbuatan baik tidak diperlukan untuk memperoleh anugerah keselamatan

Tata ibadah Perjanjian Lama sarat dengan ritual yang bersifat simbolistik dan jasmaniah. Namun tata ibadah yang diterapkan Yesus untuk jemaat Perjanjian Baru adalah bersifat rohani di dalam kebenaran. (Yoh. 4:23-24). Jadi, untuk menerima berkat keselamatan dari Allah, seseorang tidak perlu, bahkan tidak boleh lagi tunduk dalam aturan hukum Taurat. Yesus adalah kegenapan seluruh tata ibadah simbolik zaman Perjanjian Lama itu (Kol. 2:16-17). Oleh karena itulah, saat penjahat yang di sebelah Yesus bertobat, Yesus tidak menyuruh orang itu melaksanakan ritual keagamaan simbolistik Yahudi. Ia dianggap layak menerima berkat keselamatan, sebab ia percaya kepada Mesias yang sedang tersalib.

Pada masa rasuli, praktek sunat pun tidak boleh ditambahkan kepada anugerah keselamatan. Sebab, tuntutan melakukan sunat bagi orang yang telah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat adalah penyimpangan iman atau kesesatan. Oleh karena itulah rasul Paulus dengan keras menentang orang-orang Yudea yang datang ke Antiokhia, dan yang mengajarkan kepada orang Kristen di sana untuk memelihara praktek sunat agar memperoleh keselamatan (Kis. 15:1). Di zaman gereja sekarang juga sama. Pendeta-pendeta yang mengajarkan baptisan perlu untuk keselamatan harus di lawan. Jika baptisan memang diperlukan untuk keselamatan manusia, harusnya Yesus menyuruh murid-Nya membaptiskan penjahat yang tersalib di samping-Nya. Tetapi Yesus tidak melakukan hal itu, karena sesungguhnya baptisan tidak diperlukan untuk keselamatan.[1]

Gereja-gereja yang masih mempraktekkan pembap-tisan kepada orang yang sakit keras haruslah bertobat dari praktek itu, sebab upaya yang demikian lebih berpotensi menyesatkan daripada menguatkan iman. Orang yang sudah sakit keras tidak memerlukan ordonansi baptisan untuk keselamatannya, ia memerlukan pemberitaan Injil yang murni. Injil yang murni yang didengar dan diaminkan sanggup membuat dia memperoleh berkat keselamatan. Sebagaimana dikatakan di dalam kitab Roma, “Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani.” (Rom. 1:16)

Jika gereja masih mengajarkan perlunya ritual keagamaan seperti baptisan dan perjamuan kudus* untuk keselamatan, maka ia telah mengajarkan keselamatan yang bertentangan dengan Alkitab. Orang percaya yang sekarat maupun yang sehat tidak membutuhkan baptisan untuk keselamatan mereka. Keselamatan murni hanya oleh anugerah.

Roma 5:8-9, 8Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. 9Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah.

Efesus 2:8-9, 8Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; 9itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaan-mu: jangan ada orang yang memegahkan diri.

Titus 3:5, pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus,

Demikian juga halnya dengan perbuatan baik dan kerajianan melayani. Semua hal-hal baik itu tidak perlu untuk memperoleh anugerah keselamatan dari Allah. Sebab Allah menebus kita ketika kita masih berdosa.  Adalah tipu muslihat Iblis yang menyesatkan jika ada pendeta mengajarkan bahwa untuk memperoleh berkat keselamatan haruslah sempurna seperti Bapa. Yesus memang pernah berkata “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna,” (Mat. 5:48) tetapi perintah supaya sempurna itu bukan agar memperoleh anugerah keselamatan. Sebab anugerah keselamatan diberikan kepada manusia ketika manusia itu berdosa. Manusia hanya perlu mengaku dosa dan percaya kepada Juruselamat yang telah dihukumkan untuk dosanya di kayu salib. Setelah memperoleh berkat keselamatan, Yesus menyuruh manusia untuk selalu berusaha sempurna seperti Bapa yang di sorga. Jadi, perintah itu disampaikan setelah seseorang memiliki anugerah keselamatan bukan sebelum atauuntuk memperoleh berkat keselamatan dari Allah.

Posisi kudus otomatis dimiliki orang percaya saat mereka membuat pengakuan iman di hadapan Allah. Hati orang percaya juga menjadi kudus saat Roh Kudus berdiam di dalamnya. Tetapi, karakter yang kudus dan yang sempurna akan teruji dengan waktu. Target yang dijadikan Allah adalah sempurna seperti Bapa yang di sorga. Inilah yang dimaksudkan Allah ketika Yesus berkata “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Mat. 5:48)

Perbuatan baik dan baptisan memang perlu dilakukan oleh setiap orang percaya, karena itu adalah perintah Allah. Namun, semua itu bukan untuk memperoleh keselamatan. Perbuatan baik adalah bukti iman yang benar. Seseorang tidak mungkin benar imannya, jika imannya itu tidak diikuti dengan perbuatan baik. Yakobus berkata:

Yakobus 2:17-22, 17Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. 18Tetapi mungkin ada orang berkata: “Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan”, aku akan menjawab dia: “Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku.” 19Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar. 20Hai manusia yang bebal, maukah engkau mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong? 21Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia memper-sembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah? 22Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna.

Baptisan adalah tanda simbolis yang kelihatan sebagai penyatuan orang percaya dengan kematian, penguburan, dan kebangkitan Kristus (bdk. Rom. 6:3-5). Hal itu perlu sebagai kesaksian kepada sesama Kristen maupun non Kristen di dunia ini, juga sebagai identitas Kristen. Tetapi baptisan itu sendiri tidak diperlukan untuk memperoleh berkat keselamatan dari Allah.

dikutip dari buku “7 PERKATAAN SALIB” by: Ev. Marudut Tua Sianturi, hlm. 26-31.


[1] Untuk pembelajaran lebih lanjut, saya sudah menulis buku tentanng topik ini, yaitu Apakah Baptisan Mempengaruhi Keselamatan?

Kepastian masuk sorga ditentukan ketika di dunia ini

Banyak orang Kristen yang sudah percaya Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, namun di sisi lain mereka belum percaya bahwa mereka pasti masuk surga. Mereka takut mengaku bahwa kapan saja saya mati, saya pasti masuk sorga. Hal ini dianggap perkataan sombong dan angkuh! Siapakah kita yang bisa yakin, bahwa kita pasti masuk sorga? Demikianlah kata orang Kristen lainnya. Tetapi, ketahuilah, bahwa jika kita masih ragu apakah nanti pasti masuk surga atau tidak, itu berarti ada yang salah dengan pengertian kita tentang berkat keselamatan dari Allah.

Mengakui kapan saja saya mati, saya pasti masuk surga bukanlah sikap angkuh atau sombong. Kesimpulan itu justru sebagai bukti iman kita. Yesus, sebagai ‘orang dalam’ sudah memberi garansi dan jaminan, mengapa kita masih meragukannya? Jika kita masih meragukan ‘pasti – tidaknya’ kita akan masuk sorga, maka itu berarti kita meragukan perkataan Yesus yang memberi jaminan, yaitu “hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.”

Mengapa keyakinan pasti masuk sorga tidak dikategorikan sebagai ungkapan angkuh dan kesombongan? Alasannya adalah:

  1. Karena Tuhan Yesus Kristuslah yang menggaransi-nya. Jika orang yang menggaransi keselamatan adalah sang pemilik sorga, maka logikanya, umat-Nya harus yakin. Beda halnya jika yang menjamin keselamatan adalah seorang calo sorga, maka kita pantas meragukannya. Jika kita tidak sungguh-sungguh yakin akan jaminan dari Yesus, maka siapa lagi yang akan kita percayai untuk menjamin keselamatan kita?
  2. Karena kepastian masuk sorga adalah bagian yang tak terpisahkan dari iman percaya kita. Yesus sudah berkata saat di kayu salib, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” (Luk. 23:43) Tidak hanya itu, Yesus juga berkata dengan lebih jelas di kitab Yohanes 3:16, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Jadi, barang siapa yang berkata bahwa ia pasti masuk sorga, sebenarnya itu adalah tanda betapa ia yakin akan janji Allah, bukan kesombongan! Jika kita masih ragu akan kepastian masuk sorga, maka itu sama artinya meragukan otoritas Yesus yang memberi jaminan keselamatan sorgawi.

Keraguan banyak orang Kristen untuk mengaku pasti masuk sorga, sekalipun sudah mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, adalah dikarenakan ia tidak sungguh-sungguh memahami doktrin keselamatan yang Alkitabiah. Hal ini bisa saja terjadi, karena ia tidak pernah diajar secara baik tentang doktrin keselamatan, atau ia sendiri tidak pernah membaca Alkitab secara serius. Sesungguhnya, Alkitab ditulis agar manusia sadar dan tahu bahwa kita yang percaya kepada Yesus, pasti memiliki hidup yang kekal di sorga. Rasul Yohanes berkata, “Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal.” (1 Yoh. 5:13) Dengan demikian, jelaslah sekarang bahwa ketika seseorang sudah bertobat dan percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, maka ia pasti memiliki hidup yang kekal dan pasti masuk sorga. Dua ayat yang ditulis oleh rasul Paulus ini, harusnya sanggup meyakinkan kita, yaitu: “Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah. Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diper-damaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!” (Rom. 5:9-10)

Masihkah Anda ragu akan jaminan dari Allah yang mengatakan kita pasti diselamatkan dari murka Allah? Masihkah Anda ragu di dalam hatimu mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatmu? Hanya Dialah yang sanggup membawa manusia datang kepada Allah Bapa, melalui kematian-Nya di kayu salib. Dialah jalan satu-satunya ke surga (Yoh. 14:6), dan hanya di dalam nama-Nyalah keselamatan dimungkinkan. “Dan kesela-matan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” (Kis. 4:12). Tuhan kiranya  memberkati Anda, Maranatha!***

Menaruh pengharapan pada Yesus yang akan segera mati

1 Korintus 1:18 (TB) Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah

Umumnya orang hanya akan menaruh harapan pada orang lain, saat orang itu mulai kuat atau berhasil. Tak ada orang yang terlalu bodoh untuk berharap pada orang yang sebentar lagi akan mati. Tapi, seorang penjahat di samping Yesus justru menaruh pengharapannya pada Yesus, di saat Yesus berada pada
titik terendah kehidupanNya sebagai manusia.

Lanjutkan membaca “Menaruh pengharapan pada Yesus yang akan segera mati”

AJARAN CORPUS DELICTI ERASTUS SABDONO YANG MENYESATKAN

Dr. Erastus Sabdono adalah seorang pendeta populer di kalangan Kharismatik. Ia dikenal sebagai seorang hamba Tuhan yang memiliki karunia mengajar. Ia memang banyak mengajar, baik melalui radio, tatap muka secara langsung, dari buku-bukunya, dan dari berbagai video yang diupload di youtube. Tidak hanya itu, pengikutnya juga cukup banyak dan militan. Namun sayangnya, akhir-akhir ini ajaran-ajarannya semakin aneh dan tidak sesuai dengan pandangan teolog-teolog yang jujur pada umumnya. Terlebih, jika ditinjau dari Alkitab, ajaran-ajarannya semakin tidak konsisten dan tidak berdasar, termasuk ajaran “corpus delicti” ini. Apa sebenarnya arti dari corpus delicti itu?

Lanjutkan membaca “AJARAN CORPUS DELICTI ERASTUS SABDONO YANG MENYESATKAN”

Tanggapan Ev. Marudut Tua Sianturi untuk tulisan Pdt. Samuel T. Gunawan yang berjudul, Apakah Iblis Aktif Memberitakan Injil?

A. Pendahuluan

Tulisan Pdt. Samuel T. Gunawan (STG) yang berjudul APAKAH IBLIS AKTIF MEMBERITAKAN INJIL? yang berisi tanggapannya terhadap artikel Gbl. Dance S. Suat yang berjudul IBLIS AKTIF MEMBERITAKAN INJIL, sebenarnya bukan barang baru lagi bagi saya atau baru saya baca. Tapi, saya sengaja mengabaikannya, karena menurut saya isinya tidak terlalu bagus. Mengapa saya katakan tidak terlalu bagus? Ya, karena poin-poin yang ia serang sebenarnya hal yang remeh-temeh yang sangat mudah dibantah! Isi dalam tulisannya terkesan dibesar-besarkan dan bahkan ia menafsir sendiri apa yang tidak dimaksud Gbl. Dance (STG memaknai tulisan Gbl. Dance, tentang kata Injil bahwa istilah itu hanya punya satu makna saja dan pasti Injil yang benar. Nyatanya Gbl Dance sebut itu kamuflase dan Injil yang palsu) dan kemudian menyerang tafsiran itu, yang ia anggap dianut Gbl. Dance. Sehingga, bisa disimpulkan, STG menyerang suatu konsep yang TIDAK dianut oleh Gbl. Dance, kemudian menyerang konsep yang TIDAK dianut oleh Gbl. Dance itu. Aneh bukan? Makanya, saya abaikan saja setelah membacanya beberapa waktu yang lalu.

Lanjutkan membaca “Tanggapan Ev. Marudut Tua Sianturi untuk tulisan Pdt. Samuel T. Gunawan yang berjudul, Apakah Iblis Aktif Memberitakan Injil?”

Apakah Kisah Para Rasul 13:48 Mengajarkan Unconditional Election/Predestination?

“Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya” (Kis. 13:48, ITB).

Ketika Kalvinis mencoba untuk mengargumentasikan doktrin mereka tentang Unconditional Election dan Unconditional Predestination (biasanya disebut Predestination saja), maka salah satu ayat yang sering dipakai adalah Kisah Rasul 13:48. Dari ayat ini, Kalvinis menekankan klausa berikut: “semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya.” Dari pernyataan ini, Kalvinis berargumen bahwa ada sebagian manusia yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, yang disebut kaum pilihan (elect), dan bahwa kaum pilihan ini ditentukan demikian secara tanpa syarat (unconditional), dan bahwa justru karena Tuhan menentukan dia untuk hidup kekal itulah, makanya ia menjadi percaya.

Dengan kata lain, Kalvinisme mengajarkan bahwa apakah manusia percaya kepada Tuhan atau tidak, sepenuhnya tergantung apakah dia orang pilihan Tuhan atau bukan. Jika dia orang pilihan Tuhan, maka Tuhan akan menggunakan Irresistible Grace untuk melahirbarukan dia, dan dia
akan otomatis percaya kepada Tuhan. Sebaliknya, jika dia bukan orang pilihan (melainkan orang
reprobate, yaitu orang yang disingkirkan), maka dia tidak akan menerima kasih karunia yang serupa
itu, dan dia tidak akan dilahirbarukan oleh Tuhan, dan dia tidak akan percaya.(Ingat bahwa Kalvinis mengajarkan manusia lahir baru dulu, baru kemudian percaya Tuhan, bertentangan dengan
pengajaran Alkitab bahwa manusia percaya dulu baru kemudian lahir baru dan menjadi anak-anak Allah (Yohanes 1:12). Dan mereka mengatakan bahwa Kisah Rasul 13:48 mengajarkan persis demikian. Tetapi apakah benar Kisah Para Rasul 13:48 mengajarkan doktrin Uncondition Election? SAMA SEKALI TIDAK!

I. Unconditional Election Bertentangan dengan Alkitab

Sebelum meneliti perikop Kisah Rasul 13:48 itu sendiri, kita akan melihat konteks Alkitab secara keseluruhan. Alkitab tidak pernah saling bertentangan, dan adalah salah satu prinsip dasar dalam hermeneutika bahwa bagian-bagian yang lebih sulit dalam Alkitab harus dipahami
berdasarkan terang keseluruhan Alkitab dan bagian-bagian Alkitab yang lebih jelas akan membantu
penafsir untuk memahami perikop yang lebih sulit.

A. Pemilihan Allah Didasarkan pada Prapengetahuan Allah

Mengenai keselamatan, keseluruhan konteks Alkitab sangatlah bertolak belakang dengan suatu konsep Unconditional Election (atau disingkat UE). Alkitab mengajarkan Election (pemilihan), tetapi tidak pernah Unconditional Election (pemilihan tanpa syarat/kondisi). Tidak ada satu ayatpun dalam Alkitab yang berisikan istilah ‘unconditional election’ atau ‘pemilihan yang tak
bersyarat.’ Memang benar bahwa Alkitab mengatakan bahwa pemilihan Allah terjadi sebelum dunia dijadikan (Ef. 1:4), tetapi itu tidak berarti pemilihan itu tanpa syarat, karena Allah mahatahu, sehingga Ia jelas sudah mengetahui tentang suatu kondisi sebelum kondisi itu muncul. Bahkan, secara eksplisit Alkitab mengatakan bahwa pemilihan adalah didasarkan foreknowledge (pra-
pengetahuan) Allah, dalam dua ayat: Roma 8:29 (Lihat terjemahan KJV yang lebih akurat: “For whom he did foreknow, he also did predestinate to be conformed to the image of his Son, that he might be the firstborn among many brethren.”) dan 1 Petrus 1:2. (Lihat terjemahan KJV yang lebih akurat: “Elect according to the foreknowledge of God the Father, through sanctification of the Spirit, unto obedience and sprinkling of the blood of Jesus Christ: Grace unto you, and peace, be multiplied.”)

Memang, Alkitab juga mengatakan bahwa pemilihan bukanlah didasarkan pada perbuatan baik atau pekerjaan manusia (Roma 9:11), tetapi memang keselamatan itu tidak pernah didasarkan pada perbuatan baik, melainkan pada iman. Dan dalam Alkitab, iman secara konsisten dikontraskan dengan perbuatan
(contoh Roma 4:5), sehingga pemilihan yang tidak didasarkan pada perbuatan, bisa saja didasarkan
pada iman. Alkitab juga mengatakan bahwa pemilihan didasarkan pada rencana dan panggilan
Allah, dan hal ini konsisten dengan panggilan dalam Injil bagi manusia untuk percaya kepada
Juruselamat. Di dalam Efesus pasal 1 sendiri ditegaskan bahwa pemilihan itu adalah “di dalam
Kristus” (Ef. 1:4). Artinya ada kondisi yang dilihat Allah dalam pemilihan, yaitu kondisi berada di
dalam Kristus. Dan bagaimanakah seseorang bisa berada di dalam Kristus? Tuhan tidak
membiarkan kita bingung, tetapi dengan tegas menyatakannya: “…berada dalam Dia bukan
dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena
kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan”
(Fil. 3:9).
Dengan kata lain, manusia dipilih sebelum dunia dijadikan, berdasarkan pra-pengetahuan
Allah tentang suatu kondisi, yaitu kondisi berada di dalam Yesus. Dan manusia bisa berada di dalam
Kristus melalui iman/kepercayaan kepada Kristus. Dengan kata lain, Unconditional Election adalah
salah, bukan saja karena tidak ada dalam Alkitab, tetapi karena bertentangan dengan apa yang
Alkitab ajarkan: Pemilihan bukan berdasarkan perbuatan, tetapi Pemilihan berdasarkan iman yang
menjadi dasar berada dalam Kristus.

B. Allah Menginginkan Keselamatan Semua Manusia

Bukan saja Unconditional Election tidak diajarkan di mana pun di Alkitab, tetapi
bertentangan dengan kehendak Tuhan yang sudah dinyatakan dengan tegas mengenai keselamatan,
yaitu keselamatan semua manusia. Ada banyak ayat yang menyatakan hal ini, dengan sekelumit
contoh saja:
“Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita, yang menghendaki
supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran” (1 Tim. 2:3-4).
“Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai
kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa,
melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat” (2 Pet. 3:9).
“Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, Aku tidak berkenan kepada
kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari
kelakuannya supaya ia hidup” (Yeh. 33:11).
Jika Unconditional Election benar, maka semua ayat di atas, dan masih banyak lagi, menjadi
salah. Sebab, jika Allah sejak kekekalan memutuskan tanpa syarat, siapa yang masuk Surga dan
siapa yang masuk neraka, maka itu berarti Allah tidak menginginkan semua orang masuk neraka.
Ini berarti Allah sengaja menciptakan sebagian manusia untuk masuk neraka, tanpa pernah
memberikan sedikitpun kesempatan bagi mereka untuk bertobat dan percaya (karena dalam
Kalvinisme, bertobat dan percaya adalah hasil kerja Allah secara unilateral melalui Irresistible Grace). Ini membuat Allah menjadi pribadi yang tidak mengasihi terhadap mayoritas manusia. Ini
adalah mengapa Unconditional Election adalah doktrin yang mengerikan dan tidak alkitabiah.
Masih banyak lagi yang bisa kita katakan untuk menyanggah Unconditional Election, tetapi
marilah kita berfokus kepada perikop yang dibahas dalam artikel ini: Kisah Rasul 13:48.

II. Kisah Rasul 13:48 Tidak Mengajarkan Unconditional Election

Banyak Kalvinis yang sebenarnya tahu bahwa doktrin mereka adalah doktrin yang
“mengerikan,” (Calvin sendiri menyebutnya “horrible decree” dalam Institutes of the Christian Religion.)
namun merasa terpaksa untuk memegangnya karena mereka berpikir bahwa Alkitab
mengajarkannya. Salah satu contohnya adalah Kisah Rasul 13:48. Tetapi Alkitab tidak ada mengajar
UE, baik di perikop ini atau perikop lain manapun.
Pertama, mari kita lihat lagi ayat yang dimaksud, sebagaimana tertera dalam Alkitab versi
Indonesia Terjemahan Baru (ITB):
Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka
memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal,
menjadi percaya.
Nanti akan segera kita singkapkan bahwa terjemahan ini tidaklah tepat, dan menambahkan
elemen-elemen yang tidak ada dalam bahasa aslinya. Namun demikian, kalaupun kita mengizinkan
Kalvinis untuk memakai versi terjemahan ini, dan membiarkan mereka berasumsi bahwa penentuan
yang dimaksud di sini adalah suatu Pemilihan/Predestinasi yang terjadi dalam kekekalan, ayat ini
pun masih tidak bisa membuktikan klaim mereka tentang Unconditional Election. Dengan kata lain,
kalaupun kita mengalah kepada Kalvinis dan tidak mau mendebatkan kata-kata yang dipakai di sini,
tetap saja doktrin UE tidak bisa dibuktikan. Bagaimana demikian? Coba kita lihat.
Ayat ini hanya mengatakan bahwa ada orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal.
Sama sekali tidak dikatakan kapan penentuan ini terjadi, dan sama sekali tidak dikatakan bahwa
penentuan ini terjadi tanpa syarat atau tanpa melihat kondisi. Dari sini saja, poin Unconditional
Election sudah gagal dibuktikan. Ingat, Alkitab memang mengajarkan Election, tetapi tidak
mengajarkan Unconditional Election.
Lalu, bagaimana dengan frase selanjutnya: menjadi percaya. Bukankah ayat ini mengajarkan
bahwa orang menjadi percaya karena ia telah ditentukan Allah? Bukankah ini membuktikan bahwa
Kalvinis benar, bahwa percaya atau tidaknya manusia adalah tergantung penentuan Allah?
Itu memang salah satu kemungkinan kesimpulan dari kalimat ini. Tetapi ada konsekuensi
dari kesimpulan yang demikian. Kesimpulannya adalah bahwa percaya kepada Tuhan bukan lagi
tanggung jawab manusia, melainkan sesuatu yang di luar kendali manusia itu. Jika ia seorang
pilihan, maka ia akan percaya. Jika ia bukan orang pilihan, ia tidak akan percaya. Tanggung jawab
justru ada pada Tuhan yang memilih. Jika seseorang tidak percaya kepada Tuhan, maka itu karena
ia tidak dipilih. Jika Kalvinis nyaman dengan konsekuensi ini, mereka dipersilahkan untuk lanjut
dalam doktrin mereka, namun saya yakin bahwa setiap orang yang menyelidiki ini dengan kritis
tidak akan nyaman.
Oleh sebab itu, masih ada kemungkinan kesimpulan lain. Kesimpulan lain itu adalah bahwa
kalimat ini bukan sedang menyatakan hubungan kausal antara klausa pertama (ditentukan Allah)
dengan klausa kedua (menjadi percaya). Dua klausa yang dihubungkan dalam satu kalimat, tidak
harus memiliki hubungan kausal. Misal: Pada tahun 2012, semua peserta pilgub Jakarta yang
memakai baju kotak-kotak, memilih Jokowi dan Ahok. Sama sekali tidak dapat disimpulkan bahwa
karena seseorang memakai baju kotak-kotak, maka ia memilih Jokowi-Ahok. Malah, dinamika yang
terjadi kemungkinan besar adalah orang tersebut memang sudah punya niat untuk memilih Jokowi-Ahok, sehingga ia memakai baju kotak-kotak (yang waktu itu adalah ciri khas pasangan cagub
tersebut).
Jadi, Kis. 13:48, bahkan tanpa mempermasalahkan terjemahan yang salah sekalipun, tidak
menggugurkan Pemilihan yang Bersyarat (Conditional Election), dengan dasar iman. Ayat ini hanya
sekedar menegaskan bahwa apa yang Allah sudah ketahui dari kekekalan, yaitu bahwa orang-orang
tertentu akan percaya kepada PutraNya yang Ia tetapkan menjadi jalan keselamatan, dan yang
berdasarkan pra-pengetahuan itu, telah Allah tentukan untuk hidup yang kekal, bahwa mereka pada
saat mendengar Injil, menjadi percaya, sesuai dengan apa yang Allah sudah ketahui itu.
Jadi, dengan mengalah penuh kepada rangkaian kata-kata yang condong kepada pihak
Kalvinis sekalipun, ayat ini gagal untuk membuktikan Unconditional Election. Sekarang coba kita
lihat, bagaimana bunyi ayat ini sebenarnya dalam bahasa aslinya, dan jika dilihat dari konteks ayat-
ayat sebelumnya.

Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka
memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang
kekal, menjadi percaya (ITB) Kis. 13:48

And when the Gentiles heard this, they were glad, and glorified the word of the Lord:
and as many as were ordained to eternal life believed. (KJV) Act 13:38

ἀκούοντα δὲ τὰ ἔθνη ἔχαιρον, καὶ ἐδόξαζον τὸν λόγον τοῦ Κυρίου, καὶ
ἐπίστευσαν ὅσοι ἦσαν τεταγμένοι εἰς ζωὴν αἰώνιον. (TR) Acts 13:48

Ada tiga kata yang perlu dicermati lebih teliti dari ayat ini:
1. Kata “Allah” ternyata ditambahkan. Dalam KJV, merefleksikan teks asli Yunani, tidak ada kata
“Allah” di ayat ini.
2. Frase “semua orang yang tidak mengenal Allah” sebenarnya adalah “bangsa-bangsa” (non-
Yahudi), berasal dari kata Yunani ethne.
3. Kata “ditentukan” berasal dari kata tetagmenoi, yang perlu diperdalam lagi.
Sebelumnya, mari kita telusuri konteks perikop, mulai dari ayat 42. Karena pembaca artikel ini
adalah orang Indonesia, saya akan tetap kutipkan dari LAI, dengan catatan seperlunya.

Kisah Rasul 13:42-48

42 Ketika Paulus dan Barnabas keluar, mereka diminta untuk berbicara tentang pokok itu pula pada hari
Sabat berikutnya. 43 Setelah selesai ibadah, banyak orang Yahudi dan penganut-penganut agama Yahudi
yang takut akan Allah, mengikuti Paulus dan Barnabas; kedua rasul itu mengajar mereka dan menasihati
supaya mereka tetap hidup di dalam kasih karunia Allah. 44 Pada hari Sabat berikutnya datanglah hampir
seluruh kota itu berkumpul untuk mendengar firman Allah. 45 Akan tetapi, ketika orang Yahudi melihat
orang banyak itu, penuhlah mereka dengan iri hati dan sambil menghujat, mereka membantah apa yang
dikatakan oleh Paulus. 46 Tetapi dengan berani Paulus dan Barnabas berkata: “Memang kepada kamulah
firman Allah harus diberitakan lebih dahulu, tetapi kamu menolaknya dan menganggap dirimu tidak layak
untuk beroleh hidup yang kekal. Karena itu kami berpaling kepada bangsa-bangsa lain. 47 Sebab inilah
yang diperintahkan kepada kami: Aku telah menentukan engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa yang
tidak mengenal Allah, supaya engkau membawa keselamatan sampai ke ujung bumi.” 48 Mendengar itu
bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua
orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya.

Paulus dan Barnabas berada di kota Antiokhia Pisidia waktu itu (ay. 14), dan pada hari Sabat
mereka berkhotbah di Sinagoge orang Yahudi. Isi khotbah Paulus, sebagaimana tercatat di ayat 16
sampai ayat 41, adalah memperkenalkan Yesus Kristus yang mati dan dibangkitkan sebagai
penggenapan pengharapan dalam Perjanjian Lama. Tentunya terkandung dalam khotbah ini suatu
ajakan untuk percaya kepada Yesus yang diberitakan tersebut. Reaksi terhadap khotbah Paulus ini
dicatat mulai dari ayat 42.
Pertama, Paulus diundang untuk kembali berbicara pada Sabat berikut (ay. 42). Kemudian,
kita diberitahu di ayat 43, bahwa ternyata ada sebagian orang Yahudi dan orang non-Yahudi (yang
disebut sebagai penganut-penganut agama Yahudi, yaitu kaum proselyte, atau petobat ke dalam
Yahudi) yang menerima positif kabar baik tentang Yesus Kristus ini, dan sudah menjadi percaya.
Dari mana kita tahu mereka sudah percaya? Karena teks mengatakan bahwa Paulus menasihati
mereka untuk “tetap hidpu di dalam kasih karunia Allah” (ay. 43). Jadi, sejumlah orang Yahudi dan
non-Yahudi, sudah menjadi percaya pada Sabat pertama ini.
Kemudian, pada Sabat selanjutnya, sebagaimana dinyatakan dalam ayat 44 dan 45, ada
banyak sekali orang non-Yahudi yang tertarik dan ikut datang, yang menimbulkan kecemburuan
dalam hati orang-orang Yahudi. Dalam pemikiran mereka, mestinya bangsa-bangsa lain ini
dimenangkan menjadi orang Yahudi, bukan orang Kristen. Dalam pemahaman Yahudi waktu itu,
“Kristen” adalah sebuah sekte dalam Yahudi, dan tidak seharusnya “mengalahkan” Yahudi yang
pokok. Tentu mereka sangat tidak senang dengan kebenaran yang Paulus ajarkan bahwa
keselamatan disediakan bagi semua bangsa, bukan hanya bangsa Yahudi saja. Maunya mereka
adalah menjadikan semua orang itu Yahudi. Akibatnya, mereka malah membantah apa yang Paulus
ajarkan, padahal Paulus mengajar dari Perjanjian Lama juga.
Ayat 46 sangat penting untuk memahami ayat 48. Paulus dan Barnabas dengan berani
menegor gerombolan Yahudi yang iri hati itu: “kamu menolaknya [Firman Allah] dan menganggap
dirimu tidak layak untuk beroleh hidup yang kekal. Karena itu kami berpaling kepada bangsa-
bangsa lain.” (ay. 46). Vonis Paulus bagi orang-orang Yahudi yang tegar tengkuk ini adalah: mereka
menganggap diri sendiri tidak layak untuk hidup yang kekal. Dan, oleh karena itu Paulus berpaling
kepada bangsa-bangsa lain. Frase bangsa-bangsa lain di sini adalah dari kata Yunani ethne, kata
yang persis sama dengan di ayat 48.
Di ayat 47, Paulus mengutip Yesaya dalam Perjanjian Lama untuk menegaskan bahwa
keselamatan dari Tuhan tidak terbatas pada orang Yahudi saja, tetapi juga adalah untuk bangsa-
bangsa lain. Frase “yang tidak mengenal Allah” adalah tafsiran tambahan LAI, karena kata yang
dipakai adalah persis kata ethne itu juga. Paulus menegaskan bahwa seseorang tidak perlu menjadi
Yahudi untuk diselamatkan.
Mendengar penegasan kabar baik ini, maka bangsa-bangsa non Yahudi sangat bergembira
(ay. 48). Frase “semua orang yang tidak mengenal Allah” di ayat 48 seharusnya adalah “bangsa-
bangsa lain” saja, karena sekali lagi berasal dari kata ethne yang sudah muncul di ayat 46 dan 47.
Ingat bahwa sebagian mereka sudah menjadi percaya sejak Sabat yang lalu, sebagaimana dijelaskan
di ayat 43, jadi adalah kesalahan penafsiran untuk mengatakan mereka ini semuanya “tidak
mengenal Allah.”
Lalu, masuklah kita kepada inti dari perikop ini, yaitu klausa “semua orang yang ditentukan
Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya.” Pertama, tidak ada kata “Allah” sama sekali di
kalimat ini. Ini adalah penambahan yang terlalu lancang yang dilakukan oleh LAI. Penerjemah
seharusnya menerjemahkan secara tepat, bukan memberikan penafsiran ketika kalimat bisa
sepenuhnya dipahami tanpa penambahan penafsiran tertentu. Memang, “ditentukan Allah” adalah
salah satu kemungkinan penafsiran, tetapi jelas bukan satu-satunya, dan juga barangkali bukan
penafsiran terbaik, walaupun sudah kita bahas di depan bahwa sekalipun kita mengalah kepada
Kalvinis dan membiarkan kata “Allah” muncul di sini, toh tidak membuktikan doktrin UE mereka.
Tetapi, seperti akan kita lihat berikut ini, konteks dan penelitian yang cermat terhadap grammar
Yunani, mengindikasikan sesuatu yang berbeda.
Kedua, kata yang dipakai untuk “ditentukan” adalah kata tetagmenoi, yaitu bentuk Perfect
Middle Participle Maskulin Plural Nominatif dari kata tasso. Kata tasso sendiri memiliki arti “to
arrange, to set, to appoint” (Mounce Greek Dictionary), atau dalam bahasa Indonesia, bisa diartikan
“mengatur, memposisikan, menunjuk, menentukan.” Satu hal yang jelas, ini bukanlah kata yang
diharapkan oleh Kalvinis muncul di ayat ini untuk mendukung doktrin Unconditional Predestination
/ UE. Ayat yang dipakai oleh Alkitab untuk menyatakan predestinasi adalah kata pro-orizo yang
muncul 6 kali dalam Alkitab, sebagai contoh dalam Efesus 1:5. (Having predestinated us unto the adoption of children by Jesus Christ to himself, according to the good pleasure of
his will (KJV). Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-
Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya (ITB)
Predestinasi berarti telah menentukan “destinasi” atau tujuan akhir seseorang, sejak
sebelumnya (prefiks pre), dan ini memang adalah terjemahan yang baik dari kata pro-orizo yang
juga memiliki prefiks pro yang mengindikasikan suatu waktu sebelum. Sebaliknya, dalam Kisah
Rasul 13:48, kata yang dipakai adalah kata tasso, bukan pro-orizo. Tasso muncul 8 kali dalam
Perjanjian Baru, dan tidak pernah mengacu kepada Predestinasi sejak kekekalan.
Lebih menarik lagi adalah fakta bahwa tasso dalam Kis. 13:48 adalah dalam bentuk Middle.
Apa itu Middle? Middle adalah suatu jenis voice (diatesis) dalam bahasa Yunani, yang berada di
“tengah” antara Aktif dan Pasif. Jika kalimat Aktif berarti subjek adalah pelaku aksi (Budi memukul
adik), dan kalimat Pasif berarti subjek sebagai yang terkena aksi (adik dipukul oleh Budi), maka
kalimat Middle adalah ketika subjek berperan sebagai pelaku aksi sekaligus yang terkena aksi.
Contoh voice Middle dalam Yunani adalah: Budi memukul dirinya sendiri. Jadi, Budi adalah pelaku
aksi, sekaligus yang terkena aksi.
Dengan demikian, berdasarkan voice Middle dari kata tasso, Kisah 13:48 bisa saja berbunyi:
“Mendengar itu, bergembiralah bangsa-bangsa bukan Yahudi dan mereka memuliakan Firman
Tuhan, dan semua orang yang telah memposisikan diri mereka untuk hidup yang kekal, menjadi
percaya.” Terlihat di sini bahwa penambahan kata “Allah” oleh LAI adalah suatu penafsiran yang
tidak dapat dibenarkan, karena kata tasso berada dalam bentuk Middle, dengan subjek sebagai
pelaku aksi sekaligus yang terkena aksi. Bangsa-bangsa lain yang “telah memposisikan diri sendiri”
untuk hidup yang kekal adalah mereka yang menanggapi positif pesan Injil yang Paulus beritakan,
bahkan sejak Sabat yang sebelumnya. Ingat bahwa pada Sabat yang sebelumnya, Paulus sudah
berkhotbah, dan sudah ada orang non-Yahudi yang merespons positif pesan Injil. Mereka ini bisa
dihitung sebagai orang-orang yang “telah memposisikan diri sendiri untuk hidup yang kekal,”
karena mereka telah meresponi Injil secara positif. Ketika Paulus menegaskan Injil lagi di Sabat
yang satu ini, terutama dengan penjabaran dari Perjanjian Lama bahwa seseorang tidak perlu
menjadi Yahudi untuk diselamatkan, dan bahwa keselamatan juga terbuka untuk bangsa-bangsa
non-Yahudi, mereka bergembira dan mempercayai apa yang Paulus katakan tersebut!
Tetapi tunggu dulu. Kaum Kalvinis akan berargumen bahwa walaupun bentuk Middle sering
dipakai dalam Yunani Klasik, tetapi pada abad pertama, bahasa yang dipakai dalam Alkitab adalah
Yunani Koine. Dan dalam Yunani Koine, arti Middle sudah jarang dipakai, dan bentuk Middle
sering diartikan sebagai Pasif. Namun, walaupun benar bahwa pemakaian Direct Middle dalam
Yunani Koine tidak lagi sesering dalam Yunani Klasik, namun konsep Middle jelas masih ada dalam
Yunani Koine, dan ada dipakai dalam Perjanjian Baru. Kita percaya bahwa Allah menginspirasikan
Firmannya secara Verbal Plenary, artinya secara keseluruhan, dan juga kata per kata. Ada alasan mengapa Roh Kudus memakai bentuk Middle di sini. Walaupun bentuk Middle bisa dipakai dalam
pengertian Pasif juga, konteks harus menentukannya.
Konteks Kisah Rasul 13:48 sangat mendukung pemakaian Middle ini, terutama karena
adanya kalimat paralel di ayat 46. Kita membaca di ayat, Paulus menyatakan:

Memang kepada kamulah firman Allah harus diberitakan lebih dahulu, tetapi kamu
menolaknya dan menganggap dirimu tidak layak untuk beroleh hidup yang kekal. (ay.
46)
Orang Yahudi menolak Firman Allah, dan dengan itu menganggap diri mereka sendiri
(ini menyatakan arti Middle dengan menggunakan kata kerja Aktif + Refleksif
Pronoun) tidak layak untuk hidup yang kekal.
Mendengar itu, bergembiralah bangsa-bangsa bukan Yahudi dan mereka memuliakan
Firman Tuhan, dan semua orang yang telah memposisikan diri mereka untuk hidup
yang kekal, menjadi percaya. (ay. 48, terjemahan sendiri)
Orang non-Yahudi memulikan Firman Allah, dan dengan itu memposisikan diri mereka
sendiri (ini benar-benar memakai bentuk Middle) untuk hidup yang kekal.

Jadi, berdasarkan paralel di ayat 46, jelas bahwa kata tasso di ayat 48, yang memiliki bentuk
Middle, cocok diartikan sebagai Middle sejati. Orang Yahudi menolak Firman Allah, menganggap
diri sendiri tidak layak untuk hidup yang kekal. Orang-orang non-Yahudi menerima Firman Allah,
dan memposisikan diri untuk hidup yang kekal.
Perhatikan juga kata “semua” di ayat 48. Jadi, yang “menjadi percaya” adalah semua yang
telah memposisikan diri tersebut. Jika tasso dianggap Predestinasi tanpa syarat sejak kekekalan,
maka Kalvinis harus juga percaya bahwa semua orang yang tidak percaya pada hari itu (baik Yahudi
maupun non-Yahudi), berarti tidak termasuk dalam kelompok kaum Pilihan Unconditional, dan
berarti tidak akan pernah bisa percaya seumur hidup mereka. Artinya kalau Kalvinis benar, semua
yang bisa selamat dari kelompok ramai yang hadir hari itu, sudah langsung selamat, dan sisanya
tidak akan pernah bisa selamat. Berarti bagi orang-orang di sinagog itu pada hari itu, yang sebagian
besarnya baru pertama kali mendengar Injil, hanya ada satu kesempatan itu untuk diselamatkan.
Saya yakin kesimpulan ini terlalu jauh bahkan bagi Kalvinis sekalipun, dan mengindikasikan bahwa
penafsiran mereka salah.
Sebagai kesimpulan, pengajaran perikop ini BUKANLAH bahwa ada sebagian orang yang
sudah Tuhan tentukan sejak kekekalan untuk hidup kekal, dan lalu orang-orang ini Tuhan atur untuk
menjadi percaya. Jika itu pengajarannya, maka tidak ada aplikasi yang berguna bagi kita atau
siapapun, karena tidak ada tanggung jawab apapun pada manusia dalam hal keselamatan. Tetapi,
sebenarnya perikop ini mengajarkan bahwa jika kita menerima Firman Tuhan, maka kita
memposisikan diri untuk hidup yang kekal melalui iman percaya kepada Yesus Kristus, bukan
karena kehebatan kita, tetapi karena karyaNya yang sempurna. Sebaliknya, jika kita menolak
Firman Tuhan, maka kita menganggap diri kita tidak layak bagi keselamatan. Iman timbul dari
pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus (Roma 10:17).

By: Dr. Steven Liauw, D.R.E., Th.D

Tuhan sudah beri kesempatan yang cukup

Matius 11:21, 23 (TB) “Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung. Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati! Karena jika di Sodom terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini.

Allah kita itu Allah yang kasih, adil dan tahu segala kemungkinan yang akan terjadi. Oleh karena kasih dan keadilan itu pula, Ia harus mengasihi semua ciptaanNya dan berlaku adil. KasihNya tentu akan mengapresiasi semua yang baik dan keadilanNya akan menindak segala kecurangan dan kebebalan.

Teks di atas menunjukkan kasih sekaligus keadilan Tuhan. Kok bisa? Ya! Karena sebelum Allah hendak menghukum kota Khorazim, Betsaida, dan Kapernaum, Ia sudah terlebih dahulu memberi mereka kesempatan untuk bertobat dan merasakan hal-hal baik dari Allah. Bahkan, kota-kota yang telah ditunggangbalikkan Tuhan, seperti Tirus, Sidon, Sodom dan Gomora juga telah merasakan kesempatan pertobatan dari Tuhan. Hanya saja, mereka tidak memberi perhatian dan respon yang baik terhadap peringatan-peringatan itu. Akhirnya, hukuman pun dijatuhkan.

Mungkin, kita bisa saja bertanya-tanya dalam hati: “mengapa Tuhan tidak memberi saja mujizat-mujizat super dahsyat ke kota Tirus dan Sidon, Sodom dan Gomora, agar mereka tobat? Bukankah Tuhan tahu bahwa orang-orang di kota itu pasti tobat kalau Tuhan mengintervensi dengan lebih lagi?” Hmmm, ini adalah pertanyaan wajar dan normal dari pihak kita sebagai manusia dan ciptaanNya.

Sebagai orang Kristen, kita tentu tahu bahwa Allah tidak bertindak secara serampangan. Ia tentu sudah melakukan yang terbaik untuk setiap peristiwa, termasuk saat tidak memberi mujizat super dahsyat ke kota-kota yang dihukum Tuhan itu. Bagi saya, setelah mempelajari topik ini, kemungkinan jawaban yang paling baik untuk pertanyaan di atas adalah bahwa Tuhan telah memiliki kadar (ukuran) tersendiri yang cukup bagi setiap individu untuk merespon peringatan-peringatan yang Tuhan berikan. Porsi peringatan itu tentu sangat variatif, bisa saja ke orang yang satu peringatanNya perlu puluhan kali, tetapi ke orang yang lain cukup satu atau dua kali. Intinya, peringatan itu cukup! Sama halnya ketika siswa di dalam satu kelas memiliki tingkat penerimaan pengajaran yang berbeda. Beberapa siswa bisa saja segera faham hanya dengan satu atau dua kali penjabaran, tetapi beberapa siswa lagi masih perlu lima atau sepuluh kali penjabaran dan contoh kasus baru bisa mengerti. Kira-kira, seperti itulah kasih dan keadilan Tuhan itu bekerja bagi orang-orang Tirus, Sidon, Sodom, dan Gomora. Hanya saja, sangat di sayangkan bahwa kota-kota itu tidak mau tobat sampai di batas kecukupan penalaran mereka terhadap peringatan Tuhan. Maka itu, mereka akan dihukum secara variatif juga.

Jadi, bagaimana dengan kita secara pribadi? Apakah kita sudah memberi respon yang baik terhadap peringatan firman Tuhan yang kita terima? Peringatan dan ajakan Tuhan untuk bertindak benar dan bertobat dari hal-hal yang salah bisa datang dari mimbar gereja lewat khotbah, bisa juga lewat pembacaan firmanNya secara pribadi, bisa juga lewat uraian firman Tuhan melalui media sosial atau bahkan kehidupan pribadi lepas pribadi. Jadi, apakah kita sudah berusaha mengubah pola pikir dan pandangan kita ke arah yang lebih baik setelah menerima kebenaran? Ketahuilah, ada saatnya peringatan, ajakan dan kesempatan dari Tuhan itu berkata sudah cukup dan kita akhirnya sadar bahwa kita sudah terlambat dan menyia-nyiakannya. Renungkanlah.

Ev. Marudut Tua Sianturi, M. Div.

MENGUJI ROH?

Manusia yang tidak bisa melihat roh mau menguji roh, ini hebat sekali. Sebagian orang berpikir bahwa manusia sanggup mengetes roh di sekelilingnya dan bisa tahu, ini Roh Kudus, dan ini roh iblis Legion, atau itu roh Tatung dll. Seolah-olah punya semacam tes pen untuk menguji arus listrik.

MAKSUD RASUL YOHANES

Sesungguhnya istilah uji roh ini muncul dari surat Rasul Yohanes.

1Yoh. 4:1 Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia.

Yohanes mengingatkan bahwa banyak nabi palsu yang muncul dan pergi ke seluruh dunia. Nabi adalah pribadi yang dipilih Allah spesial untuk bernubuat menyampaikan pesan-pesan Allah. Artinya Allah menurunkan wahyu kepadanya dan memakai mulutnya menyampaikan kepada manusia.

Nabi palsu itu adalah orang yang tidak menerima pesan Allah, tetapi ia mengaku terima, dan menyampaikan hal yang bohong dan salah kepada manusia. Jika seseorang bernubuat, maka bisa ada tiga sumbernya, (1) Dari Allah, (2) Dari iblis (makhluk roh), atau (3) Diri manusia itu sendiri karena mau dianggap dan dihormati.

Nabi yang bekerja atas dorongan roh iblis, artinya roh iblis yang memberikan mereka wahyu palsu sehingga mereka bernubuat. Ternyata menurut surat Rasul Yohanes telah muncul nabi palsu, yaitu orang-orang yang tidak menerima wahyu dari Tuhan tetapi mereka mengaku mendapat wahyu dari Tuhan, dan mereka bernubuat. Sekarang lebih banyak lagi pengkhotbah yang bergaya di atas mimbar yang berkata, “tadi malam Tuhan berbicara kepada saya.” Dan jemaat terpaku melongo sambil berpikir hebat sekali, ini orang lebih hebat dari Rasul Paulus yang didatangi Tuhan (Kis. 23:11). Kalau begitu semua tulisannya bisa dijadikan firman Tuhan.

Maksud Rasul Yohanes, ketika muncul banyak orang yang ngaku dapat wahyu dari Tuhan, mendengar suara Tuhan, PADA ZAMAN DIA, itu harus diuji kebenarannya. Mengapa saya tulis huruf besar PADA ZAMAN DIA itu karena sekarang tidak ada lagi pewahyuan setelah Alkitab selesai, maka semua yang mengaku dengar suara Tuhan sudah pasti bohong dan sesat.

Tetapi pada zaman Yohanes, pewahyuan masih berjalan sehingga muncul nabi palsu yang ngaku dapat wahyu lalu mengajarkan hal-hal yang menyimpang. Tentu maksud Yohanes yang diuji itu si pengajar ini, karena roh yang di dalamnya tidak bisa kita lihat, apa lagi mau kita tangkap dan uji.

CARA MENGUJI ROH

Menguji roh yang dimaksud Rasul Yohanes ialah menguji orang yang mengajar itu. Dan menguji orang yang mengajar itu bukan uji kesehatan badannya. Kalau badannya yang diuji itu perlu dibawa ke Rumah Sakit, melainkan menguji pengajarannya.

1Yoh.4:1 Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia. 2 Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah 3 dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus (Kristus datang dalam daging), tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia.

Maksud Rasul YOHANES, roh yang di dalam orang yang mengajarkan doktrin itu, apakah roh itu berasal dari Allah atau bukan. Dari pengajaran yang disampaikannya kita akan tahu sesungguhnya roh apa yang ada di dalam orang itu. Misalnya, roh yang mendorong Joshep Smith mengajarkan agar seorang laki-laki kawin sebanyak-banyaknya, pengajaran ini bersumber dari roh apa?

PERHATIKAN, pada ayat 3, di Critical Text pada kata yang saya taruh dalam kurung dihilangkan. Jika Anda tidak piawai bahasa Yunani, boleh lihat KJV.

KJVLite And every spirit that confesseth not that Jesus Christ is come in the flesh is not of God: and this is that spiritof antichrist, whereof ye have heard that it should come; and even now already is it in the world.

Rasul Yohanes tidak menyuruh murid-muridnya menguji roh dengan perasaan mereka karena perasaan manusia tidak stabil, dan tidak boleh menjadikan perasaan sebagai standar kebenaran apalagi standar untuk menguji roh. Jika menguji dengan perasaan, maka pasti roh iblis akan lolos ujian karena roh iblis bisa berikan sukacita semu seperti yang diberikannya pada para pelawak, penyanyi dan bintang film. Jangan sekali-kali menjadikan perasaan sebagai standar kebenaran, apalagi sebagai alat untuk menguji Roh Allah.

Rasul Yohanes juga tidak suruh muridnya dengan pengamatan mata atau fisik walaupun aktivitas fisik seperti kejang-kejang, kelepar-kelepar itu biasanya atas aktivitas roh iblis. Karena iblis pintar akting, dia lebih hebat dari pemain film manapun.

Cara menguji roh yang Rasul Yohanes suruh murid-muridnya lakukan ialah uji doktrin yang diajarkan. Roh Kudus atau Roh Allah pasti mengajarkan doktrin yang benar, sedangkan roh iblis atau roh dunia akan mengajarkan doktrin yang sesat.

Rasul Yohanes memberikan kepada muridnya patokan doktrin untuk menilai. Katanya, jika pengajar itu mengajarkan doktrin bahwa Yesus tidak punya daging, atau Yesus tidak datang dalam daging, maka itu adalah doktrin dari ajaran sesat saat itu yang disebut Gnostic, itu bukan berasal dari Roh Allah, itu dari roh Antikristus.

Pada zaman Rasul Yohanes, mereka belum punya Alkitab seperti kita saat ini. Mereka ada kitab PL, dan sejumlah tulisan Rasul yang belum lengkap. Oleh sebab itu Rasul Yohanes berusaha melengkapi murid-muridnya dengan doktrin yang jelas yang harus mereka pegang teguh, yaitu bahwa Yesus memiliki tubuh daging. Kristus yang tidak memiliki tubuh daging, yang diajarkan oleh kaum Gnostic tidak bisa jadi Juruselamat, itu doktrin sesat.

Kini setelah Alkitab lengkap, telah menjadi firman Tuhan tertulis yang sempurna, tentu ini merupakan alat untuk menguji roh yang lebih akurat dari sekedar surat Yohanes saja. Jangan terperangkap oleh anjuran yang salah untuk menguji roh yaitu dengan perasaan atau bahkan dengan roh iblis. Rasul Yohanes menyuruh muridnya menguji dengan doktrin yang diajarkan kepada mereka. Hari ini kita memiliki firman Tuhan yang lengkap dan tertulis. Inilah alat standar untuk menguji roh yang artinya menguji berbagai pengajaran.

Denominasi kekristenan muncul sangat banyak, yang berarti beban untuk menguji roh semakin berat jika tidak ingin tersesatkan. Semua pengajaran, Katolik, Mormon, SSJ, Protestan, Calvinisme, Kharismatik, Injili, Baptis dll., semuanya perlu diuji tidak ada yang terkecuali, jika kita ingin memilih yang benar alkitabiah. Seperti anjuran Rasul Yohanes pada murid-muridnya untuk menguji doktrinnya dan doktrin Gnostic, yang manakah yang dari Roh Allah dan yang manakah yang dari roh Antikristus, demikian juga murid-murid Tuhan zaman Akhir ini harus menguji doktrin berbagai denominasi tersebut untuk tahu yang manakah yang dari Roh Allah dan yang manakah yang dari roh Antikristus.

Waspada dengan slogan yang dihembuskan iblis bahwa JANGAN MENGHAKIMI yang bertujuan agar orang beriman secara membabi buta saja. Jika kita tidak mau beriman secara membabi buta maka kita harus menguji, yang sama dengan menghakimi, dan memilih yang paling sesuai Alkitab dan akal sehat.

Iman yang benar adalah iman yang tahan uji. Penganut iman yang salah biasanya marah, bahkan ada yang siap bunuh orang jika ada yang berani mengritik imannya. Waspadalah.

Saya menulis ini dengan kasih agar yang salah bisa kembali ke jalan yang benar.

Jakarta, 12 Mei 2019
Dr. Suhento Liauw

Seri Perumpamaan Yesus (8): Janda yang tidak putus harap (Luk. 18:1-8)

1 Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu. 2 Kata-Nya: “Dalam sebuah kota ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun. 3 Dan di kota itu ada seorang janda yang selalu datang kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku. 4 Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Tetapi kemudian ia berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun, 5 namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku.” 6 Kata Tuhan: “Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu! 7 Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? 8 Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?”

 

Latar belakang:

Perumpamaan ini secara khusus Tuhan sampaikan kepada pendengar-Nya dengan tujuan agar  mereka harus berdoa dengan tidak jemu-jemu. Hal ini sangat berguna bagi mereka saat itu, sebab mereka senantiasa menanti-nantikan kedamaian dan kedatangan juru damai yang dinubuatkan oleh nabi-nabi. Sebenarnya, banyak pendengar itu menginginkan Yesus sebagai raja damai itu, tetapi karena pola pikir mereka saat ingin menjadikan Yesus sebagai raja tidak tepat maka Yesus tidak mau mengabulkannya. Sebagai gantinya Yesus mengajar mereka tentang kesungguhan berdoa. Berdoa meminta dengan sungguh-sungguh dan didasari dengan iman yang benar. Selain itu, perumpamaan itu juga masih relevan untuk diaplikasikan di zaman sekarang ini, bahwa orang percaya di segala zaman perlu berdoa dengan sungguh-sungguh dan didasari oleh iman yang benar. Lanjutkan membaca “Seri Perumpamaan Yesus (8): Janda yang tidak putus harap (Luk. 18:1-8)”