Seri Perumpamaan Yesus (4): Perumpamaan tentang pengampunan: Seorang hamba yang tidak mengasihi kawannya (Mat. 18:23-35)

23Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. 24Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. 25Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. 26Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. 27Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya. 28Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! 29Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. 30Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya. 31Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. 32Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. 33Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? 34Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. 35Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.”

 

Mengapa perumpamaan ini disampaikan?

Perumpamaan ini disampaikan Yesus untuk merespon pertanyaan rasul Petrus yang sepertinya sudah merasa gerah dengan orang yang selalu saja melakukan kesalahan serupa sampai tujuh kali dan memohonkan maaf kepadanya. Menurut rasul Petrus ia sudah melakukan hal yang sangat baik dan sudah melewati batas standar. Sehingga ia mencoba menanyakan pendapat Yesus, moga-moga saya mendapat pujian, pikirnya. Namun ternyata jawaban itu di luar dugaan rasul Petrus, sebab Yesus menjawabnya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali!” Untuk menambah penjelasan pernyataan itu, Yesus menceritakan sebuah perumpamaan, yaitu tentang seorang hamba yang tidak mengasihi kawannya ini.  

 

Yang disimbolkan perumpamaan itu?

Raja yang sedang membuat perhitungan dengan hamba-hambanya itu adalah gambaran tentang Allah Bapa. Di hadapan Allah Bapa, semua manusia berdosa. Tak ada satu manusiapun yang suci, yang layak datang kepadaNya untuk diam bersama-sama. Hutang itu adalah gambaran dosa atau kesalahan kita kepada Allah, dan Allah menuntut kita untuk menyelesaikan dosa kita. Namun ternyata, hamba itu tidak sanggup membayar hutang-hutangnya. Selayaknya, hamba itu harus dijual beserta anggota keluarganya dan jual harta miliknya, demi membayar dosanya. Tentu kita tidak sedang mengatakan bahwa dosa bisa diselesaikan dengan usaha manusia. Tetapi perumpamaan ini menjelaskan sisi lainnya, yaitu ketidak mampuan manusia melunasi hutang-hutangnya dan hanya kasih karunia Allahlah yang sanggup melunaskan hutang dosa kita. Kebenaran inilah yang selalu dinyatakan Alkitab seperti di Efesus 2:8-9,  Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Dan juga di Titus 3:5, pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Jadi, poin pertama dari perumpamaan ini adalah tentang ketidak-sanggupan manusia menyelesaikan dosa-dosanya, dan hanya Allahlah yang oleh anugerahNya mau menyelamatkan kita secara cuma-cuma.

Hal berikutnya adalah bagaimana kita hidup sebagaimana Allah mencontohkan kehidupan yang benar. Ketika Allah dengan kemurahanNya mau menghapuskan hutang-hutang kita, maka kita pun harusnya mencontoh Allah. Sebagaimana dikatakan di dalam suatu nas di 1 Yohanes 2:6, Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup. Seperti apakah Yesus hidup?

 

Implikasi perumpamaan itu hari ini?

Di dalam dunia yang tidak sempurna dan penuh dosa ini, tidak jarang kita merasakan ada orang yang bertindak tidak adil bagi kita atau kepada orang lain. Ini adalah situasi dunia yang telah terjangkiti virus dosa. Manusia-manusia di sekitar kita, bahkan seperti dalam perumpamaan di atas, teman kita bisa saja melakukan kesalahan kepada kita, bahkan kesalahan itu berulang. Nah, sebagai seorang Kristen yang mau meneladani Kristus, bagaimanakah sikap kita? Apakah kita akan enggan memaafkan orang di sekitar kita tersebut? Mengapakah kita bisa sebegitu egois dalam hidup ini, yaitu berharap Tuhan selalu membuka pintu maaf kepada kita, walaupun kita sudah melakukan kesalahan yang serupa bahkan lebih dari tujuh kali? Tetapi kita tidak mau memaafkan kesalahan orang lain kepada kita? Itulah pesan Tuhan yang kedua melalui perumpamaan di atas. Kita tidak boleh egois, dengan tetap menyimpan rasa benci atau dendam kepada orang lain, sambil di sisi lain kita memohon agar Tuhan selalu memaafkan kita.

Kesimpulan dari perumpamaan ini jelas, bahkan Tuhan Yesus sendiri memberikan kesimpulannya di ayat 35 dengan pernyataan: “Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” Jika kita tidak mau mengampuni orang yang bersalah kepada kita dengan segenap hati kita maka Tuhan akan memberikan hukuman setimpal bagi kita. Sebagaimana di dalam perumpaaan di atas, Raja tersebut menyerahkan hamba itu kepada algojo-algojonya sampai hamba itu melunaskan hutangnya. Ini bisa berarti, anugerah keselamatan yang kita terima dari Allah bisa Ia tarik kembali jika kita tidak hidup sesuai firmanNya. Apabila dalam menjalani kehidupan sebagai orang Kristen kita tidak mencerminkan hidup Kristiani, justru sebaliknya, maka anugerah keselamatan itu, cepat atau lambat akan segera dicabut Allah.

Tinggalkan komentar