​Seberapa Salah Pernikahan Sedarah Menurut Alkitab?

Belum lama ini telah viral sebuah kejadian pernikahan sedarah yang sangat unik dibandingkan dengan apa yang mungkin pernah kita dengar. Pernikahan sedarah yang umum kita dengar adalah Kakak atau abang menikahi adik kandungnya sendiri, yang tidak disetujui keluarganya. Titik. Cerita putus di sana.

Lain halnya dengan peristiwa baru-baru ini. Menurut informasinya, seorang pria berinisial LRA menikahi saudara kandungnya sendiri, yangmana wanita itu adalah kembarannya, dan mereka telah memiliki anak dari hasil pernikahannya. Kisahnya tidak berhenti sampai disana. Dikabarkan, LRA bahkan menikahi seorang wanita lain lagi yang berinisial YS dan diteguhkan di gereja pula. LRA dan YS sempat menjalani rumah tangga mereka sampai kurang lebih 7 (tujuh) bulan lamanya, sampai aib yang ditutup-tutupi itu terbongkar. Akhirnya YS, istri LRA, memposting kisahnya lewat media sosial FB dan menjadi viral hingga saat artikel ini masih ditulis.
Lalu, bagaimana pandangan Alkitab tentang peristiwa itu?

Pertama, dari sekian banyak hal yang bisa dikupas dari peristiwa di atas, misalnya: sah tidaknya perkawinan LRA dan YS karena LRA sudah pernah menikah, moral dan integritas pendeta yang meneguhkan, hingga sikap diam para keluarga yang tahu kejadian sebenarnya yang harusnya bisa menasihati, dan pernikahan sedarah, saya akan fokus pada isu terakhir, yaitu pernikahan sedarah.
Apakah pernikahan sedarah pernah terjadi di dalam Alkitab?

Jawabannya YA! 

Siapakah dia? Kain dan saudara perempuannya. 

Salahkah? Tidak.

Mengapa? Karena pada zaman itu, awal penciptaan, manusia masih hanya terdiri dari Adam dan Hawa dan keturunannya. Jika kita percaya bahwa Allah hanya menciptakan Adam dan Hawa sebagai manusia pertama dan dari merekalah berasal semua manusia yang hidup, maka pastilah Kain menikahi saudara perempuannya. Ini dari sisi rohani dan keimanan-nya tidak salah.
Apakah seterusnya, hingga saat sekarang Alkitab mengijinkan pernikahan sedarah?

Jawabannya tidak.

Saat kapan dilarang? Saat Tuhan beri perintah Taurat kepada Musa. Larangan menikahi saudara kandung diterangkan secara jelas di dalam nas Imamat 20:17, Bila seorang laki-laki mengambil saudaranya perempuan, anak ayahnya atau anak ibunya, dan mereka bersetubuh, maka itu suatu perbuatan sumbang, dan mereka harus dilenyapkan di depan orang-orang sebangsanya; orang itu telah menyingkapkan aurat saudaranya perempuan, maka ia harus menanggung kesalahannya sendiri.
Bukankah Taurat sudah tidak berlaku di zaman sekarang, seperti yang dikatakan di dalam nas Lukas 16:16 dan Efesus 2:15?

Jawabannya tidak semua isi Taurat tidak berlaku, masih ada aturan-aturan yang tetap berlaku. Secara umum, Taurat itu adalah kitab-kitab Musa, yaitu dari kitab Kejadian – Ulangan, dan di dalamnya ada juga aturan pola hidup manusia/moral. Aturan-aturan moral ini tetap berlaku juga. Yang sudah tidak berlaku adalah semua simbolitas dan nubuatan tentang Mesias yang akan datang, sebab semua nubuatan dan simbolitas itu harus digenapi dulu barulah nubuatan itu tidak berlaku lagi. Mat. 5:17-18. 
Apa saja nubuatan dan simbolitas itu? 

Misalnya persembahan domba korban, keharusan sunat, keharusan menguduskan Sabat, larangan makan darah atau babi atau kelinci, dll., berdoa harus ke Yerusalem, dsb. Semuanya itu hanya bayangan sedang wujudnya ialah Kristus. Kolose 2:16-17 Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus. Jadi, setelah penyaliban Kristus tidak boleh ada lagi larangan makan darah atau makan babi, juga tidak boleh ada perintah menguduskan Sabat, apalagi memotong domba korban, semuanya itu sudah digenapi, semuanya itu hanya bayangan.
Lalu, pernikahan sedarah atau inses itu seberapa salah?

Jawabannya sangat salah!

Mengapa? Karena hukumannya sangat berat, yaitu dilenyapkan dari orang-orang sebangsanya! Ini istilah lain dari hukuman mati. Semua larangan yang dilanggar dan dihukum dengan hukuman mati pasti kesalahan besar. Ini sepertinya sepadan dengan melanggar kekudusan sabat saat masih berlaku (Kel. 31:14) dan menentang untuk menyunatkan anak (Kej. 17:14, Kel. 4:24-26).
Apakah harus dilenyapkan atau dihukum mati orang yang menikahi saudara kandungnya?

Jawabannya tidak!

Mengapa? Kedatangan Tuhan Yesus telah membawa kedamaian dan pengampunan. Orang yang kawin dengan saudara kandungnya tidak harus dihukum mati (dalam arti yang sudah terlanjur). Biarlah mereka sebaiknya dibina dan diajar menurut ketetapan firman Tuhan yang sejati. Sama halnya, hukuman mati tidak diberlakukan lagi kepada yang berzinah, anak yang membangkang, kawin dengan ibu kandung, ayah menikahi putrinya, maka hukum mati terhadap yang menikahi saudara kandungnya juga tidak diberlakukan. Tetapi, yang ia lakukan adalah kesalahan dan harusnya jangan sampai terjadi.
Kesimpulan

Pernikahan sedarah (dengan saudara/saudari kandung) pernah diijinkan sampai larangan diterbitkan pada zaman Musa. Dan saat ini aturan itu masih tetap relevan, demi menghindari hal-hal buruk di kemudian hari.
Tuhan memberkati kita semua.

Ev. Marudut Sianturi, M. Div

Munson Lyman Ministry – Tarutung

Untuk informasi, tanya jawab dan sharing firman Tuhan, hubungi 0853 6065 3391. 

4 tanggapan untuk “​Seberapa Salah Pernikahan Sedarah Menurut Alkitab?

  1. Syalom…
    Kami pasangan sdh hidup lahir baru.apa kah salah menikah kami karna mamak kami sama sama Boru Manurung?

    Kami sdh terlepas dr adat istiadat.

    Suka

    1. Dari sisi Alkitab tidak ada larangan spesifik untuk pernikahan sepupu/sedarah.

      Tetapi, hal itu (pernikahan sepupu) mmg sudah dianggap tidak baik di masa sekarang. Baik org Kristen maupun scra umum.

      Kalau pernikahn sudah terjadi, ya lanjutkan saja. Berdoa kpd Tuhan untuk senantianya menyertai.

      Jika belum menikah, saya anjurkan agar jangan melanjutkan. Bukan semata2 krn kata Alkitab, melainkan krna efek2 sosial di kemudian hari. Sebab pernikahan yg tdk direstui atau dianggap tak pantas oleh orang secara umum, atau orang Kristen, biasanya dampak sosialnya tinggi.

      Hal ini bukan masalah adat istiadat belaka. Tetapi pandangan org scra umum.

      Adat istiadat memang harus selalu di posisikan lebih rendah dari firman Tuhan.

      Suka

  2. Slamat malam Shalimar,saya terharu dengan pernikahan sudara,saya sampai saat ini ada berhubungan dengan sudara dri saya ,kami saling mencintai,,saya minta pendapat agar saya bisa di restui sama keluarga pacar saya,,,kami suda jalani cinta kurang lebih 8 THN,kami minta Tuhan agar mempersatukan kami,saya dan pacar saya saling mencintai,walaupun kami berdua berkeluarga…apakah saya sala atau gimna

    Suka

Tinggalkan komentar